Langsung ke konten utama

Mental Pun Butuh Sehat


Kenapa kita memperlakukan secara berbeda

            sakit yang satu dengan sakit yang lain

Pada yang patah kakinya

            Pada yang patah jiwanya

Teman-teman menghiburnya

            Teman-teman anggap dia  cari perhatian

Ia disuruh berobat

            Ia disuruh bertobat

Ia dipaksa istirahat

            Ia dipaksa kuat

Dilarang bekerja keras

            Diperlakukan dengan keras

Teman-teman membantunya

            Teman-teman merasa membantunya

Mereka paham ia cidera

            Mereka anggap ia manja

Kenapa satu rasa sakit bisa diakui,

            Sedang yang lainnya tidak?

 

Kurnia Harta Winata

Yogyakarta, 31 Juli 2020

 

Sehat kerap diartikan hanya pada satu sudut pandang yaitu segi fisik. Seolah kesehatan jasmani adalah segalanya. Padahal kita ketahui bahwa kesehatan mental lebih andil dalam kendali dan kontrol diri. Tidak ada yang lebih penting dari keduanya. Kesehatan fisik maupun mental adalah dua elemen penting dalam pribadi seseorang. “dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang kuat”. Kurang lebih seperti itu. Namun, sebagian dari kita menyepelekan poin pada kesehatan mental ini. Tak jarang terdengar oleh kita bagaimana depresi, emosi, dan kejiwaan mengalami gangguan. Bahkan bisa saja kerusakan mental akan berakhir dengan tidak baik terhadap diri sendiri. Sehingga, penting bagi kita untuk kembali mengevaluasi dan mengedukasi diri, sudah sesehat apakah kejiwaan kita, dan sudah sebaik apa kondisi mental kita.

Kesehatan mental atau kerap dikenal sebagai Mental health adalah keadaan atau kondisi psikis seseorang sedang dalam keadaan baik dan stabil, atau ketidakadaannya gangguan kejiwaan seperti gelisah, cemas, depresi, atau stres. Kesehatan mental juga bisa diartikan sebagai penyesuaian diri terhadap penyelesaian masalah dengan tetap menjaga stabilitas emosional agar tetap tenang dan tidak terbebani.

Menurut Semiun (2006), kesehatan mental adalah kondisi kehidupan mental manusia dengan memandang manusia sebagai totalital psikofisik yang komplek. Sedang menurut Darajat (dalam Bastaman 2001), kesehatan mental adalah terwujudnya keserasianyang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri terhadap diri sendiri dalam berbagai aspek-aspek kehidupan yang dijalaninya.

Beberapa pendefinisian tersebut menunjukkan bahwa kondisi mental seseorang akan sangat berpengaruh dalam kehidupan yang dijalaninya. Sebab mental dan kejiawaan cenderung lebih sering menyentuh ranah stigma dan mindset seseorang. Jika keadaan mentalnya baik, maka keterpaduan sikap dan perilaku akan lebih teratur dan terjaga agar tetap stabil. Namun jika sebaliknya, maka ia akan mengalami gangguan suasana hati, penurunan kapasitas berpikir dan cenderung terkekang dan terbebani.

Kondisi mental memiliki kaitan erat dengan karakter dan kepribadian seseorang. Kesehatan mental sangat mungkin mengendalikan sifat dari tiap-tiap individu. Dengan begitu, yang sangat rentan terhadap masalah ini adalah kaun remaja. Hal tersebut sangat mungkin karena remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Fase peralihan ini merupakan masa dimana pikiran seseorang masih labil dan belum matang. Ketika fase ini dihadapkan dengan keadaan rumit yang yang membuat kejiwaan mereka gusar, maka ia akan sangat rentan mengalami gangguan-gangguan mental. Dan bisa saja berakhir bunuh diri karena mental yang tidak kuat.

Berdasarkan data dari World Health Organization, rata-rata satu orang tewas akibat bunuh diri di dunia setiap 40 detik. Hal tersebut berdasarkan angka total jumlah orang yang melakukan bunuh diri setiap tahunnya, menurut data yang dimiliki organisasi itu. Dilansir The Independent, setiap tahunnya ada hampir 800.000 kasus kematian akibat bunuh diri di seluruh dunia, menurut laporan WHO. Dan kasus bunuh diri tersebut sebagian besar dilakukan oleh remaja dengan kisaran umur sekitar 15-29 tahun. Tentu fakta ini sangat menyayat hati, mengingat remaja adalah cikal bakal penerus bangsa.

Gangguan mental ada banyak jenisnya. Namun yang paling umum dan paling sering dialami oleh remaja adalah stres, depresi, cemas, gelisah yang berlebihan, bipolar, sensitif, mood swing dan lain sebagainya. Faktor yang dapat menyebabkan gangguan-gangguan tersebut pun sangat beragam. Sangat penting untuk mengetahui faktor-faktor yang bisa saja memicu kerusakan mental. Ada faktor internal yaitu faktor yang berasal dari diri sendiri, juga faktor eksternal yaitu berasal dari orang lain atau lingkungan sekitar.

Faktor internal atau faktor yang berasal dari diri sendiri biasanya berangkat dari pola pikir, stigma, dan mindset yang buruk. Ketidakstabilan cara berpikir memicu stigma hingga mengalami overthinking yang tentu merubah sudut pandang kepada hal-hal negatif mengenai dirinya ataupun sekitarnya. Apalagi jika dalam keadaan seperti ini dihadapkan pada sebuah masalah yang rumit dengan beban pikiran yang tidak komprehensif. Kondisi seperti ini akan menciptakan perubahan sikap dan perilaku yang menghambat perkembangan dan kematangan diri.

Kemudian ada faktor eksternal, atau faktor yang berasal dari luar diri individu. Seperti lingkungan yang tidak memberikan dukungan, atau orang-orang sekitar yang memberikan tekanan batin yang mengganggu keadaan mental hingga mengalami trauma. Keadaan sekitar sangat berpengaruh pada pembentukan mindset seseorang. Karena interaksi sosial menjadi aspek penting dalam membangun pola pikir. Jika kerabat dekat dan lingkungan sekitar justru membuat individu tertekan, maka akan sangat memungkinkan terjadi kerusakan pada mental dan kejiwaan individu tersebut.

Kerusakan mental dapat ditandai dengan beberapa gejala yang terjadi. Seseorang dengan gangguan mental dapat mengalami rasa cemas yang berlebihan. Hal ini akan mengakibatkan ia susah tidur dan mudah lelah, sehingga daya konsentrasinya pun menurun. Menurunnya konsentrasi ini akan diikuti dengan melemahnya motivasi dan semangat. Ia menjadi tidak bergairah, bahkan cenderung malas untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Ia juga akan menunjukkan perubahan karakter dan kepribadian. Hal ini meliputi perubahan tingkah laku dan juga perubahan emosi yang ekstrem. Perubahan ini dapat membuatnya tidak acuh pada lingkungan sosial. Bahkan cenderung akan menarik diri dari interaksi terhadap sesama. Di sisi lain, seseorang yang terlalu aktif dan ceria juga dapat menunjukkan tanda bahwa ia sedang mengalami gangguan mental.

Dengan begitu, kesehatan mental menjadi sangat penting untuk kita jaga. Ditambah lagi kita adalah generasi penerus bangsa. Dimana beban masa depan negeri ini ada di pundak kita. Jika kita terbelenggu oleh gangguan dari dalam diri berupa kerusakan mental, maka stigma dan mindset kita tidak bisa berkontribusi dengan baik dalam berbangsa dan bernegara. Indonesia butuh generasi yang memandang sebuah problematika dari berbagai sudut pandang dengan pikiran yang jernih untuk menggapai penyelesaian yang efektif dan efisien. Untuk membangun bangsa yang hebat, harus dimulai dari diri sendiri. Karena generasi yang bermental kuat merupakan pionir yang kokoh untuk mewujudkan kemajuan tersebut. Dengan merawat kesehatan mental dan kesejahteraan jiwa, kita telah menempuh langkah kecil untuk membangun Indonesia.

Upaya yang sangat berpengaruh dalam mengatasi kerusakan mental berasal dari dalam diri dengan ditunjang lingkungan sekitar. Seperti berikut :

1.    Meningkatkan ibadah dan keimanan

Jangan pernah lepas dari rahmat tuhan dengan selalu membentengi diri dengan pikira-pikiran negatif. Tingkatkan pemahaman akan agama dan selalu berusaha untuk mengimplementasikan nilai-nilai ketuhanan. Sebab tidak ada penolong yang lebih baik dari pada Yang Maha Kuasa.

2.    Mencintai diri sendiri dan selalu bersyukur.

Mencintai diri sendiri. Dengan memulai untuk mencintai diri sendiri akan sangat membantu dalam mensejahterakan jiwa. Menerima segala tentang diri kita dan bersyukur atas karunia yang telah diberikan.

“Tidak peduli seberapa baik dan buruknya kehidupanmu. Bangunlah setiap pagi dan bersyukur, kamu masih memiliki satu hari lagi” (Paul Walker)

3.   Bangun mindset yang positif

Tidak dapat dipungkiri, permasalahan mental tidak pernah lepas dari pola pikir. Maka dengan membangun stigma yang baik terhadap diri merupakan langkah yang tepat untuk mengatasi kerusakan mental. Banyak cara untuk membangun mindset yang baik. Salah satunya dengan bergaul dengan orang-orang yang memberikan aura positif dan selalu mendukung kita.

 

Always be happy and stay safe!

 

 

 

 

Sumber :

https://internasional.kompas.com/read/2019/09/11/21260231/who-setiap-40-detik-ada-satu-orang-di-dunia-tewas-bunuh-diri?page=all

http://news.unair.ac.id/2019/10/10/paradigma-kesehatan-mental/

https://www.goodnewsfromindonesia.id/2019/12/21/pentingnya-kesehatan-mental

https://www.halodoc.com/kesehatan/kesehatan-mental 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Deal with My Own Slef

Tak banyak dari kita yang tahu bahwa kebahagiaan yang sesungguhnya berasal dari diri kita sendiri. Sering kita mencari kebahagiaan dengan membeli barang-barang mewah, atau nongkrong sampai larut malam dengan teman-teman, atau bahkan melakukan hal-hal agar kita bisa terlihat seperti orang lain. Mungkin karena kita tidak percaya diri tampil apa adanya di depaan khalayak umum, dan memilih hidup seperti orang-orang yang mungkin tidak sefrekuensi dengan gaya hidup seperti itu. Namun meski telah melakukan itu semua, terkadang hati kita tetap terasa hampa seolah ada yang kurang tapi tak tahu apa yang kurang tersebut. Jawabannya sangat sederhana. Karena kebahagiaan yang sebenarnya ada dalam diri kita. Kita lupa bahwa kunci kebahagiaan adalah diri kita sendiri. Sometimes, we forget to deal with ourselves and we get lost in people’s way . Dan jalan keluarnya adalah self-love. So, let’s talk about it . Tak jarang kita mendengar tentang self-love , tapi mungkin kita belum tahu arti yang sebenarn...

Mari kita membual bersama dalam khayal yang abstrak

Ya. Aku ‘unik’             A DZAN shubuh berkumandang dari arah masjid. Menggema masuk ke kamar melalui jendela yang menganga lebar. Badanku bangkit dan terduduk membungkuk, kelelahan berlari dalam mimpi. Tanganku refleks menekan sakelar lampu. Pandanganku seketika silau, mataku menyipit. Mataku menyapu sekeliling kamar. Melirik ke arah arloji yang melingkar di lengan kiri , tak pernah lepas sedari kemarin. 04:53. Berdiri kemudian melangkah dengan langkah yang gesar ter huyung seperti sehabis lolos dari kejaran pasukan penunggang serigala raksasa , berjalan ke kamar mandi. Sungguh mimpi yang menakutkan. Darahku masih berdesis dan panas karena ‘bunga tidur’  dengan ketegangan yang mengundang aliran adrenalin dalam tubuh. Aku menyegarkan diri dengan mengambil air wudhu’.  Menyentuhkan air keran dingin ke wajah. Bergegas b erjalan meraih gamis , kemudian melangkah ke ‘Baitullah’ untuk shalat berjamaah.  ...